Indonesia adalah negara yang
menganut sistem demokrasi dimana dalam sistem ini menuntut adanya suatu bentuk
partisipasi masyarakat sebagai warga negara yang memiliki hak asasi sebagai
konsekuensi dari sistem demokrasi ini. Partisipasi masyarakat dalam politik
ataupun pemerintahan merupakan suatu hal yang seharusnya menjadi jaminan hak
dasar dalam berdemokrasi karena pada hakikatnya demokrasi erat kaitannya dengan
partisipasi politik dari masyarakat yang berkedudukan sebagai warga negara.
Sehingga partisipasi menurut Agustino yaitu keikutsertaan warga negara biasa
(yang tidak mempunyai kewenangan) dalam mempengaruhi proses pembuatan serta
pelaksanaan keputusan politik berupa kebijakan publik, dimana publik itu memiliki
dua kegiatan yaitu mempengaruhi isi kebijakan umum dan ikut menentukan pembuat
serta pelaksanaan keputusan politik.
Dengan demikian masyarakat sebagai warga negara biasa memiliki peranan dalam
mempengaruhi formulasi serta implementasi terhadap kebijakan pemerintahan
melalui perilakunya dalam partisipasi politik tersebut.
Partisipasi politik dapat berupa
ikut serta dalam kegiatan pemilihan seperti pemberian suara dalam pemilihan
umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon
legislatif atau eksekutif ataupun suatu tindakan yang berusaha untuk
mempengaruhi dan memanipulasi hasil pemilihan umum. Selain itu terdapat bentuk
partisipasi yang lain yaitu lobby yang bermaksud untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan oleh pemerintah, membangun relasi dengan pejabat-pejabat politik di
berbagai tingkatan, ataupun hal-hal yang berbau fisik seperti huru-hara, terror
kudeta, revolusi dan pemberontakan merupakan bentuk-bentuk partisipasi politik
yang dapat dilakukan masyarakat selaku warga negara.
Dengan demikian partisipasi politik
kemudian menjadi sangat penting bagi suatu negara dimana dalam hal ini
partisipasi politik akan berimbas pada pembangunan politik yang ada. Apabila
suatu masyarakat telah melakukan ataupun telah berpartisipasi dalam hal politik
merupakan indikasi bahwa masyarakat tersebut berperan aktif baik dalam
pemberian kritik terhadap kebijakan maupun terlibat dalam pembuatan kebijakan
yang kemudian mampu membangun keadaan politik seperti yang di harapkan dan
mencapai kesejahteraan suatu negara.
Partisipasi politik dalam hal ini
berarti merupakan hak setiap warga negara yang memiliki kesempatan yang sama
dalam berbagai hal termasuk dalam hal pemerintahan,. Jika dilihat pada era
sekarang, ikut dalam partisipasi politik dapat dilakukan oleh siapa saja demi
mewujudkan kata adil dan kesejahteraan yang diidam-idamkan seluruh insan.
Sehingga partisipasi politik juga dapat dikatakan merupakan gerbang dari adanya
suatu perubahan kondisi politik di Indonesia. Berkaca pada catatan sejarah
dimana pada masa orde baru partisipasi politik masyarakat Indonesia ditutup
oleh penguasa sehingga warga negara harus wajib tunduk kepada segala hal yang
terjadi dalam segala bidang termasuk dalam bidang politik. Tidak ada kebebasan
berpartisipasi pada saat itu, bahkan para akademisi sekalipun tak dapat berbuat
banyak karena sekadar mengkritik pun merupakan hal yang dilarang oleh negara
pada saat itu. Namun kini masa tersebut telah berlalu, kebebasan akan
berpartisipasi politik dimiliki oleh setiap individu di suatu negara. Di
sayangkan telah adanya kebebasan tersebut dibeberapa daerah dan beberapa kasus
banyak warga negara Indonesia yang memilih untuk tidak ikut berpartisipasi
politik karena berbagai alasan, mulai dari merasa bosan dengan persoalan
politik yang memotret kegiatan pejabat yang menggendutkan kantongnya sendiri,
adanya kecurangan politik yang kemudian berimbas menjadi apatis, maupun aturan kebudayaan
yang menjadikan mereka untuk memilih tidak berpartisipasi politik pada beberapa
konteks politik.
Partisipasi politik sesungguhnya
berdampak pada pembangunan politik, sehingga partisipasi politik ini dapat
dilakukan oleh masyarakat di perkotaan pun di pedesaan. Untuk masyarakat
perkotaan partisipasi politik dihadapkan pada hal apa yang kemudian menjadi feed back bagi dirinya ketika melakukan
partisipasi politik tersebut sehingga semuanya kembali lagi pada adanya suatu
kepentingan yang terlihat maupun yang terselubung. Menarik untuk dilirik adalah
partisipasi politik di tengah masyarakat adat yang notabene hidup dalam
struktur masyarakat yang masih tradisional dan memegang teguh nilai-nilai
tradisi mereka. Dimana kepentingan material, kapitalisme, belum banyak
merajalela di tengah masyarakatnya sehingga bagaimana partisipasi politik di
masyarakat pedesaan ini akan menjadi suatu warna baru dalam perpolitikan di
Indonesia yang mungkin mampu menjadi acuan ataupun perbandingan bagi
partisipasi politik di perkotaan yang semakin bias tujuan berpartisipasinya.
Partisipasi politik ditengah
masyarakat pedesaan terutama masyarakat adat adalah suatu budaya politik yang
menarik untuk diulik karena pada masyarakat desa adat ini selalu lekat
kaitannya dengan adat tradisi, nilai-nilai, dan tradisionalnya masyarakat
merupakan hal yang memungkinkan untuk mendapat suatu bentuk partisipasi yang
lain dari yang telah ada di pedesaan yang mulai dimasuki oleh industrialisasi.
Indonesia sendiri terdiri dari
berbagai suku bangsa dan terdapat beragam daerah dengan adat istiadatnya
sehingga di Indonesia pun dikenal adanya desa adat dimana desa tersebut masih
memegang teguh nilai-nilai adat yang dijalankan sejak dahulu. Semenjak adanya
peraturan undang-undang yang mengubah kedudukan desa-desa di Indonesia menjadi
desa yang harus menjalankan otonominya sendiri sesuai ketentuan pemerintah
sebagaimana terdapat pada undang-undang nomor 5 tahun 1979. Sehingga desa-desa
di Indonesia kemudian menjadi desa yang mau tidak mau harus mengikuti
proseduran kenegaraan dalam hal pemerintahan. Namun ternyata masih ada
daerah-daerah yang menjalankan dua sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan
dalam hal ini adalah sistem pemerintahan negara dan sistem adat yang kemudian
menjadi dua sistem yang berdampingan beriringan mengatur jalannya kehidupan
masyarakat di desa tersebut.
Salah satu desa yang menjalankan
keduanya dalam konteks menjalankan pemerintahan desa dan pemerintahan adat
dalam mengatur masyarakatnya adalah masyarakat desa Citorek yang terletak di daerah
SABAKI (satuan banten kidul) yang secara geografis terletak di Kecamatan
Cibeber, Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Desa Citorek atau yang sering disebut
dengan wewngkon kasepuhan citorek ini merupakan suatu kumpulan atau komunitas
masyarakat adat yang secara administratif Wewengkong Citorek masuk ke dalam
Citorek Tengah, Citorek Timur, Citprek Kidul, Citorek Barat dan Citorek
Sabrang. Yang berdasarkan hasil pemetaan partisipatif luas wewengkon mencapai
7.416 Ha dengan luas lahan yang sudah dikelola oleh warga adalah 2.760 Ha, yang
dimana lahan tersebut digunakan sebagai pemukiman, sawah, huma, dan kebun.
Hasil pemetaan partisipatif masyarakat wewengkon adat kasepuhan Citorek tahun
2005, menyebutkan bahwa wewengkon Citorek berada di Kawasan Ekosistem Halimun
dengan ketinggian tempat sekitar 850 mdpl. Adapun wilayah adat kesepuhan
Citorek adalah di sebelah utara terdapat Gunung Kendeng yang Berbatasan dengan
Desa Citujah serta Cirompang, Desa Sukamaju. Di sebelah selatan terdapat Pasir
Soge yang berbatasan dengan desa Cihambali. Di sebelah barat terdapat Gunung
Nyungcung berbatasan dengan wewengkon adat kasepuhan Cibedug. Dan di sebalah
timut terdapat parakan saat atau Batu Meungpeuk yang berbatasan dengan Desa
Cisitu. Masyarakat kasepuhan Citorek ini berasal dari Guradog (jasinga) dan
mulai menetap di Citorek pada tahun 1846. Tujuan dari perpindahan tersebut
adalah untuk mencari lahan yang luas di sebelah selatan Gunung Kendeng dan
untuk mengembangkan pertanian seusai dengan wangsit dari leluhur. Sehingga tak
heran sebagian besar penduduk citorek memiliki mata pencaharian sebagai petani
dan setiap warga di Citorek itu pun pastilah memiliki lahan pertanian sendiri,
yang tak terlepas dari nilai-nilai yang mereka pegang teguh dari adat istiadat
mereka. Masyarakat citorek ini sangat terikat pada adat istiadat yang secara
turun temurun selalui ditunaikan nilai-nilainya sehingga terdapat istilah tabu
atau pamali sama dengan dosa. Jadi ketika mereka melakukan hal-hal yang
termasuk ke dalam pamali mereka seakan telah berdosa dan kepatuhan terhadap
kasepuhan pun sangat dipegang teguh oleh masyarakatnya. Namun desa Citorek ini
pun kemudian mengalami perubahan sosial yang menyebabkan beberapa perubahan
baik dari pola perilaku, kegiatan maupun infrastruktur yang sejak dahulu
dipegang teguh kini mulai berubah oleh karena berbagai alasan mulai dari
nilai-nilai religi dan nilai-nilai pengetahuan akademis yang masuk ke dalam
desa Citorek tersebut. Seperti dahulu arah rumah yang berada di Citorek
menghadap kearah yang sama, namun kini banyak rumah yang memiliki arah yang
berbeda, dahulu bentuk rumah dari warga Citorek sama kini telah berubah
berbagai bentuk dari mulai panggung, semi permanen hingga permanen dengan
tampilan mewah pun terdapat di daerah Citorek ini.
Masyarakat Citorek sangat patuhb
terhadap nilai-nilai tradisi mereka yang dijalankan atau diatur kini oleh
kasepuhan sehingga terdapat sistem pemerintahan yang unik di desa Citorek ini.
Dimana jika diilustrasikan hampir tepat seperti sistem pemerintahan parlementer.
Dimana kekuasaan dipegang oleh pihak kasepuan pun oleh pemerintahaan negara.
Namun yang unik dari desa ini adalah pemerintahaan desa yang dalam hal ini
langsung berhubungan dengan kebijakan-kebijakan dan regulasi negara haruslah
tunduk kepada aturan kasepuhan. Sehingga kepala desa (jaro) harus tunduk kepada
kasepuhan yang dipimpin oleh oyok. Oyok disini berkedudukan sebagai kepala
kasepuhan yang jabatannya atau posisinya didapatkan dari turun temurun sehingga
bersifat partilinial. Sedangkan jaro dipilih oleh masyarakat desa atau yang
disebut dengan incu putu. Adapun kedudukan kasepuhan dan jaro akan dijelaskan
dalam skema berikut ini.
Post a Comment
Post a Comment