Featured Post

Bilangan Live Draw 4 Digit

Bilangan  adalah suatu konsep  matematika  yang digunakan dalam  pencacahan  dan  pengukuran . Simbol ataupun lambang yang digunakan untuk mewakili suatu bilangan disebut sebagai  angka  atau lambang bilangan. Dalam matematika, konsep bilangan selama bertahun-tahun lamanya telah diperluas untuk mel…

PENDIDIKAN KARAKTER DAN ETNOPEDAGOGI SEBAGAI BEKAL GENERASI MUDA UNTUK MENGHADAPI MEA


PENDIDIKAN
KARAKTER DAN ETNOPEDAGOGI SEBAGAI BEKAL GENERASI MUDA UNTUK MENGHADAPI MEA


Oleh Tyas Siti Nur Asiyah (Pendidikan Sosiologi/2)





Kini
masyarakat Asia Tenggara akan dimudahkan dalam sektor ekonomi karena sekarang
ini telah ada pasar bebas di bidang permodalan, barang, jasa dan tenaga kerja
dengan tujuan meningkatkan stabilitas ekonomi di kawasan negara-negara ASEAN
melalui AEC (Asean Economic Community)
yang dicanangkan berlangsung pada akhir tahun 2015. AEC merupakan bentuk  kerjasama
baru antara negara-negara di kawasan ASEAN yang bertujuan untuk meningkatkan
sektor perekonomian dan stabilitas politik serta keamanan. AEC yang terdiri
dari  gabungan negara-negara di Asia
Tenggara ini sepakat melakukan integrasi ekonomi berupa rancangan implementasi
serangkaian peraturan dan kebijakan khusus yang bertujuan untuk meningkatkan
pertukaran barang maupun faktor produksi antarnegara. AEC 2015 ini diikuti oleh
10 negara yaitu Indonesia, Myanmar, Thailand, Malaysia, Singapura, Brunei
Darussalam, Filipina, Laos, Kamboja dan Vietnam. Sebagai negara yang telah
bergabung dengan AEC, maka Indonesia wajib dan harus siap untuk menghadapi AEC
sehingga di Indonesia dikenal istilah MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN).
Sehubungan dengan adanya MEA ini maka Indonesia harus meningkatan sumber daya
manusia yang memadai sehingga mampu dan juga berani untuk bersaing di lingkup
MEA.


MEA
diharapkan mampu menyokong kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh negara ASEAN
dengan berlandasakan pada 3 (tiga) pilar yaitu politik keamanan (politico-security cooperation), kerjasama
ekonomi (economic cooperation) dan
kerja sama sosial budaya (sosial-cultural
cooperation
). Namun jika ditilik lebih mendalam dengan adanya MEA ini
dianggap kurang menguntungkan bagi negara-negara yang masih harus “merangkak”
dalam sektor ekonomi dan teknologinya seperti Indonesia. Bukannya MEA menjadi
jalan untuk meningkatkan sektor ekonomi namun malah membuat Indonesia terpuruk
di rumah sendiri. Mengingat adanya kebebasan dalam sektor ekonomi ini membuat
pekarja asing juga memiliki hak yang sama untuk bekerja di Indonesia karena
adanya MEA ini yang pada akhirnya mengakibatkan anak bangsa harus bersaing
dengan pekerja luar yang jika dibandingkan dengan orang asing dari segi
pendidikan dan etos kerja, orang Indonesia sendiri tertinggal, sebab dari hal
ini melahirkan pemikiran dibenak masyarakat Indonesia bagaimana cara bertahan
hidup di era MEA seperti sekarang ini.


Bila
mencoba untuk membuka mata mengenai realitas yang ada saat ini bahwa sumber
daya manusia Indonesia belum mampu bersaing secara optimal di pasar. Ini bisa
dilihat dari indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia dibandingkan dengan
negara anggota ASEAN lainnya. Dalam indeks pembangunan manusia tahun 2014 tidak
berubah pada posisi 108 dari 187 negara di dunia semenjak tahun sebelumnya,
kemudian Singapura (9), Brunei Darussalam (30), Malaysia (62) dan Thailand (89)
dan diikuti oleh negara-negara lain seperti Myanmar (150), Laos (139), Kamboja
(136), Vietnam (121) dan Filipina (117). Sementara itu, angka partisipasi kasar
(APK) pendidikan dasar Indonesia berada di urutan ke-6 di ASEAN dan ke-69 di
dunia. Hal ini menunjukan masih rendahnya partisipasi pendidikan dan tingkat
kesesuaian pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja.


Data
lain yang menunjukan bahwa Indonesia harus berkerja keras dalam menghadapi MEA
ini bahwa dari total angkatan kerja menurut badan pusat statistik Indonesia
pada tahun 2013 dalam satuan juta orang terdapat 118,19 angkatan kerja namun
yang bekerja 110,80 dan pengangguran 7,39. Sehingga prosentase tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK) 66,90% dan tingkat pengangguran terbuka (TPT)
sebesar 6,25%. Artinya ada lowongan kerja yang tidak dapat terisi yang pada
umumnya diakibatkan oleh rendahnya tingka pendidikan dan tidak sesuainya
keahlian pencari kerja. Selain itu daya saing tenaga kerja Indonesia saat ini
masih rendah dibandingkan Singapura, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Filipina
karena menurut Asian Productivity Organization (APO) dari setiap 1000 tenaga
kerja Indonesia hanya sekitar 4,3% yang terampil, sedangkan Filipina 8,3%, Malaysia
32,6% dan singapura 34,7%. Data-data tersebut menjadi pertimbangan bagi
Indonesia, siapkah Indonesia untuk menghadapi MEA?


Indonesia
sendiri dikenal dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah
yang mampu mengalahkan Malaysia dan Singapura. Namun hal ini belum terwujud
karena Indonesia masih kekurangan tenaga kerja ahli dan terdidik serta
kurangnya penguasaan teknologi. Kelemahan yang dihadapi oleh Indonesia tersebut
akan menjadi sasaran empuk bagi negara-negara maju untuk mengeksploitasi
sumber-sumber daya Indonesia dengan biaya yang murah. Sehingga dalam hal ini
peran generasi muda sangat dibutuhkan. Generasi muda Indonesia dituntut lebih
kreatif, yang tidak hanya mampu berfikir secara kognitif namun juga harus bisa
berfikir kreatif. Hal signifikan yang dapat dilakukan adalah menjadi generasi
muda yang tidak hanya mengejar nilai dan terpaku pada kepentingan pribadi
tetapi juga situntut untuk lebih berpartisipasi dalam kegiatan yang mendukung
Indonesia di kancah internasional sehingga dengan begitu Indonesia akan menjadi
lebih eksis dan berdampak pula pada kehidupan masyarakat Indonesia itu sendiri
kelak dikemudian hari.


Dalam
hal ini pendidikan memegang peranan penting dalam membangun sumber daya
manusia  yang kompetitif dan mampu bersaing
dengan negara lain. Oleh karena itu untuk menghadapi MEA maka pendidikan harus
mampu mempersiapkan sumber daya manusia yang terampil dalam menghadapi
tantangan serta perubahan yang tejadi di era sekarang ini. Mengingat bahwa
Indonesia adalah negara yang besar dan termasuk kedalam negara multikultural
hendaknya pendidikan Indonesia mampu mengangkat kearifan-kearifan lokal bangsa
Indonesia sebagai bekal generasi muda untuk memiliki jiwa kompetitif yang
berdasarkan pada budaya tempat mereka tinggal selain itu pula pentingnya
pendidikan karakter bagi para generasi muda sehingga ketika mereka mendapatkan
pendidikan karakter dan juga pengetahuan tentang kearifan lokal yang ada akan
mampu menciptakan generasi muda yang kreatif, kompetitif dan mampu bersaing berbasis
pada kearifan lokal yang ada sebagai modal untuk menghadapi persaingan luar
yang ketat.


Generasi
muda saat ini hendaknya dipersiapkan sedini mungkin untuk menghadapi
tantangan-tantangan global yang ada, seperti siswa SD, SMP, SMA hingga
perguruan tinggi hendaknya mendapat persiapan yang sesuai dengan jenjangnya
masing-masing. Kepada generasi muda ini hendaknya tidak hanya memikirkan
tentang bagaimana mendapat nilai yang tinggi akan tetapi harus mulai sadar akan
pentingnya keterampilan yang harus dimiliki di era modern seperti sekarang ini.
Generasi muda Indonesia saat ini harus sadar akan pentingnya soft skill terutama dalam kemampuan
berbahasa dan bakat-bakat individu. Tanpa melupakan hard skill yang juga memiliki peranan bagi kehidupan dan karirnya
kelak. Hard skill merupakan kemampuan
yang dimiliki berdasarkan bidang yang didalaminya, dengan kata lain hard skill adalah keterampilan teknis. Sehingga
hard skill dan soft skill harus dikuasai generasi muda untuk mendapatkan kair yang
lebih baik.


Karakter
merupakan aktualisasi dari soft skill
seseorang, yang mana karakter merupakan cara berpikir dan perilaku yang
menunjukkan ciri khas dari seseorang dan bekerjasama dengan orang lain dan mampu
bertanggung jawab dengan apa yang menjadi keputusannya, sehingga soft skill bisa dibangun dan
dikembangkan. Oleh karena itu pengembangan soft
skill
melalui pelatihan tidak jauh beda dengan apa yang sekarang dikenal
dengan pengembangan karakter bangsa. Jadi konsep soft skill adalah karakter. (Marzuki.2012.Pengembangan Soft Skill berbasis Karakter melalui pembelajaran IPS
Sekolah Dasar
)


Generasi
muda yang memiliki soft skill akan
lebih siap dalam menghadapi persaingan pada era MEA. Karena menurut hasil
penelitian psikologi sosial menunjukkan bahwa orang yang sukses di dunia
ditentukan oleh peranan ilmu sebesar 18%, sisanya 82% dijelaskan oleh
keterampilan emosional soft skill dan
jenisnya. Dunia kerja menyatakan bahwa yang dimaksud dengan lulusan yang “high competence” yaitu mereka yang
memiliki kemampuan dalam aspek teknis dan sikap yang baik. Susilo Bambang
Yudhoyono (Masaong.2012. Pendidikan
Karakter Berbasis Multiple Intelligence.
) mengemukakan bahwa pada waktu
menjadi Presiden Republik Indonesia mengatakan bahwa ada lima agenda utama
pendidikan nasional, yaitu (1) pendidikan dan pembentukan watak (character building), (2) pendidikan dan
kesiapan menjalani kehidupan, (3) pendidikan dan lapangan kerja, (4) membangun
masyarakat berpengetahuan, (5) membangun budaya inovasi. Sehingga pendidikan
karakter penting untuk diberikan kepada generasi muda untuk menjadikan generasi
muda sebagai manusia yang cerdas, jujur, tangguh dan peduli. Karena keempat hal
tersebut beralasan untuk menjadi kunci sukses. Ketika seseorang memiliki
kecerdasan maka ia akan bisa memilih 
mana yang baik dan buruk. Kecerdasan itu kemudian harus diimbangi dengan
kejujuran agar mendapat kepercayaan orang lain. Sedangkan tangguh perlu
dimiliki di era MEA karena lingkupnya bukan hanya Indonesia tetapi persaingan
terjadi antara negara-negara ASEAN. Dan memiliki sikap yang peduli tak kalah
pentingnya, karena dengan kepedulian kepada orang lain maka akan mudah untuk
menjaga hubungan baik dengan orang lain.


Soft skill
menjadi begitu penting karena didalamnya terdapat kepemimpinan, pengambilan
keputusan, penyelesaian konflik, komunikasi, kreatifitas, kemampuan presentasi,
kecerdasan emosional, interitas, komitmen dan kerja keras, serta kerendahan
hati dan kepercayaan diri. Hal-hal tersebut merupakan bekal yang harus dimiliki
oleh generasi muda untuk mampu bertahan dan berkompetisi dalam MEA.
Implementasi pendidikan karakter ini dapat dilakukan melalui upaya pemerintah
memasukan pendidikan karakter sedini mungkin pada kurikulum yang akan dijalani
oleh para peserta didik agar sedini mungkin juga mereka akan melatih soft skill yang mereka miliki sehingga
semakin hari soft skill mereka akan
terasah dan mampu membangun jiwa kompetetif di benak generasi muda.


Contoh
kecil dari penguatan karakter ini dapat ditemui pada trilogi pendidikan yang
dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya
Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Dalam ing ngarso sung tulodho generasi muda
diajarkan bahwa bila menjadi pemimpin wajib menjadi suri tauladan bagi semua.
Dalam ing madya mangun karso mendorong generasi muda untuk dapat proaktif
berbaur dan memotivasi dalam lingkungan belajarnya guna meningkatkan kualitas
pendidikan dan tentunya kualitas peserta didik seperti setia kawan, kompetisi,
kreatif, inovasi, dan analisis. Dan dalam tut wuri handayani memerdekakan
generasi muda untuk mengembangkan kreatifiasnya dan mampu menjadi pamong
membina dari belakang bukan hanya sekedar mendikte.


Dengan
demikian pelaksanaan pendidikan karakter bagi generasi muda dapat melalui tiga
jalur yaitu (1) penerapan pendidikan karakter dalam kurikulum sehingga
diimplementasikan pada saat proses pembelajaran; (2) pemberian pendidikan
karakter dengan kegiatan-kegiatan terprogram dan terstruktur, sebagai contoh
kegiatan pelatihan Emotional Spiritual
Quotient
(ESQ), tutorial pendidikan agama, pelatihan kreatifitas (creativity training), pelatihan
kepemimpinan (leadership training),
dan pelatihan kewirausahaan (entrepreneurship
training
); (3) melalui kegiatan ekstrakulikuler yang mana dengan kegiatan
ini bertujuan untuk mengembangkan bakat, minat dan kegemaran peserta didik.
Perlu dingat bahwa dalam pendidikan karakter ini hal yang kemudian menjadi
penting adalah aktor-aktor yang berperan dalam menanamkan karakter ini
hendaklah benar-benar memberikan pendidikan karakter terhadap peserta didik
dalam hal ini guru, orang tua dan masyarakat sekitar ikut berperan dalam
mendidik karakter generasi muda, yang hendaknya semua kooperatif dalam memberikan
pendidikan karakter dan mendukung setiap pembangunan dan penguatan karakter
yang sedang dilakukan oleh setiap individu. Orang tua misalnya dapat mulai
mengajarkan kepemimpinan dan tanggung jawab sebagai salah satu aspek soft skill kepada setiap anaknya agar
sedari kecil dimulai dengan rumah sebagai lingkungan pertama individu tinggal,
keterampilan tersebut mulai terasah yang kemudian diimbangi peranan masyarakat
sekitarnya yang memberi dukungan terdapat pembangunan karakter. Dan sebagai
generasi muda seharusnya dimulai sejak dini mengikuti ekstrakulikuler ataupun
keorganisasian dan program-program khusus pengembangan soft skill. Mengingat bahwa soft
skill
mampu dikembangkan maka pengembangan itu harus dimulai sedini mungkin
dan lingkungan sekitar mendukung terhadap pengembahan karakter yang ada.
Kegiatan yang dapat dicoba yakni dengan mengikuti kepramukaan sebagai
ekstrakulikuler ataupun organisasi ataupun komunitas bakat yang sesuai.

Yang kemudian menjadi
hal penting lainnya untuk menghadapi MEA adalah kejelian untuk menggali
kearifan lokal Indonesia untuk menjadi modal dalam menghadapi MEA. Dalam hal
ini etnopedadogi memiliki peranan untuk memberikan warna baru pada MEA melalui
pendidikan yakni mengangkat kearifan-kearifan lokal bangsa Indonesia yang mampu
berfungsi sebagai sumber ataupun acuan bagi penciptaan baru misalnya dalam hal
seni, kuliner, tata masyarakat, teknologi maupun kebiasaan hidup. Indonesia
yang memiliki banyak suku bangsa dan daerah yang luas juga pasti memiliki
kekayaan budaya yang mampu menjadi daya tarik untuk menghadapi MEA. Namun dalam
hal ini diperlukan kejelian generasi muda terhadap budayanya sendiri untuk
lebih dikembangkan. Etnopedagogi sendiri memiliki peran untuk membentuk
generasi muda yang nantinya akan bersikap dan mengimplementasikan kearifan
lokal yang ada sebagai modal mereka dalam bertindak, mengambil keputusan dan
berkompetisi. Karena etnopedagoi adalah praktik pendidikan berbasis kearifan
lokal dalam berbagai ranah seperti pengobatan, seni bela diri, lingkungan
hidup, pertanian, ekonomi, pemerintahan dan sistem penanggalan. Guru sebagai
pemeran etnopedagogi dalam penerapannya di tingkat sekolah hendaknya terlebih
dahulu mengimplementasikan kearifan lokal yang ada seperti yang dilakukan di
negara Jepang bahwa dalam mengajar harus memasukan kearifan lokal yang ada.
Dengan soft skill yang telah dimiliki
dan terdapat kreatifitas didalamnya, kemudian kearifan lokal yang diberikan
pada dunia pendidikan akan menjadi bahan segar bagi masyarakat mancanegara
karena akan menonjolkan ciri khas dari negara Indonesia yang mampu menjadi daya
tarik pada era MEA sekarang yang dituntut adanya selalu berinovasi dan
kreatifitas anggota MEA untuk menciptakan peluang dan menaikan sektor ekonomi.
Seperti trilogi pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara menjadi
salah satu contoh kearifan yang mampu kita gunakan untuk menghadapi MEA dalam
hal sikap dan pembangunan karakter. Seperti etos kerja masyarakat padang untuk
mencari rejeki dengan selalu bersemangat dan pantang menyerah juga mampu
digunakan etosnya untuk menghadapi MEA dan menumbuhkan jiwa kompetitifnya.
Sehingga ketika generasi muda telah memiliki soft Skill maka hal lain yang dapat membantu dalam menghadapi MEA
adalah objek apakah yang mampu menjadi daya tarik pada era sekarang. Maka
kembali pada bangsa Indonesia sendiri yang kaya sumber daya alam dan budayanya
maka kearifan lokal mampu menjadi daya tarik yang didapat melalui etnopedagogi
sehingga ketika soft skill dipadukan
dengan kearifan lokal, maka akan menjadi modal yang cukup bagi generasi muda
menghadapi MEA karena selain bertujuan untuk mempertahankan hidup dengan
memperhatikan kearifan lokal generasi muda juga telah berpartisipasi untuk
melestarikan kearifan lokal yang ada sebagai warisan dari leluhur bangsa
Indonesia yang kemudian dengan pengoptimalisasian kreasi ini maka akan membawa
masyarakat Indonesia menjadi lebih terdepan dengan dibandingkan negara ASEAN
lainnya dan lebih terampil serta kreatif tanpa melupakan aspek kognitif
didalamnya. Dengan adanya soft skill
dan hard skill yang dimiliki generasi
muda ditambah dengan pengetahuan kearifan lokal yang diberikan oleh pendidikan
karakter dan etnopedagogi maka bangsa Indonesia akan siap menghadapi MEA dan
bersaing dengan negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dalam AEC (Asean 
Economic Community).



Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter