Featured Post

Bilangan Live Draw 4 Digit

Bilangan  adalah suatu konsep  matematika  yang digunakan dalam  pencacahan  dan  pengukuran . Simbol ataupun lambang yang digunakan untuk mewakili suatu bilangan disebut sebagai  angka  atau lambang bilangan. Dalam matematika, konsep bilangan selama bertahun-tahun lamanya telah diperluas untuk mel…

KELEMBAGAAN ADAT DAN KEBUDAYAAN ADAT KASEPUHAN CITOREK BANTEN KIDUL


   Kelembagaan
Sosial di Desa Citorek


 Leuit merupakan
salah satu kelembagaan sosial yang berada di Desa Citorek. Leuit dalam bahasa
Indonesia adalah lumbung padi atau gudang padi yang ditopang oleh empat kayu
penyangga atau tihang, yang fungsi utamanya sebagai penampung padi hasil
pertanian supaya mampu menyimpan padi dalam jangka waktu yang lama, dari wujud
fisiknya leuit adalah sebuah bangunan panggung yang sangat sederhana, baik
bentuk dan bahan bangunan dalam pembuatannya. Pada masyarakat adat leuit tidak
hanya berfungsi sebagai  lumbung atau
gudang padi melainkan menjadi suatu yang lebih penting dalam aktivitas pertanian,
sebab itu leuit masih tetap bertahan dan dipertahankan oleh masyarakat adat
hingga saat ini.


Dikalangan
masyarakat adat khususnya citorek terdapat banyak leuit hampir setiap
penduduknya memiliki leuit, keberadaan leuit menjadi bagian utama dari kehidupan
masyarakat citorek sebagai masyarakat petani. Leuit yang terdapat dimasyarakat
citorek terdapat dua jenis, yaitu:


1.    Leuit
Jimat


Leuit jimat adalah lumbung atau gudang
padi yang dihasilkan dari sawah tangtung, (sawah tangtung adalah sawah adat),
yang dimana hasil padi sawah tangtung dijadikan untuk upacara adat atau yang
disebut seren tahunan (Rengkong) adat yang memiliki arti rasa syukur dan
terimakasih atas melimpahnya hasil panen.


2.    Leuit
Pribadi


Leuit pribadi adalah lumbung atau gudang
padi yang berbeda dengan leuit jimat yang padinya dihasilkan dari sawah khusus,
leuit pribadi itu leuit yang dimiliki oleh masyarakat pribadi yang dihasilkan
dari sawah pribadi dan setiap masyarakat citorek mempunyai leuit masing-masing
yang bertujuan untuk tempat penyimpanan padi sebagai cadangan padi dalam
jangka`waktu yang lama.





Leuit
merupakan wujud konkret dari ketahanan pangan masyarakat adat citorek, karena
sistem pertanian citorek menanam padi hanya sekali dalam setahun, yang tentunya
harus mempunyai cadangan pangan.





Kebudayaan wewengkon adat
kasepuhan citorek  


   Kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil cipta karsa manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dilakukan secara turun-temurun. Masyarakat wewengkon adat Kasepuhan Citorek
merupakan masyarakat yang berbudaya yang memiliki kekhasannya tersendiri.
Adapun kebudayaan pada masyarakat Wewengkon
Adat
Kasepuhan Citorek yaitu :


1.    Sistem
peralatan dan teknologi


1)   
Alat-alat
Produktif
terdiri dari Garu (alat membajak sawah),
sogol,  arit,  pacul, kored, golok, garfu, etem, heurap,
keucrik, badodon, sosog, buwu diuk, buwu ngedeng, aseuk, berok (keramba ikan),
halu, lisung, hihid, paningur kawung, gonggo sadapan, hawu, sigai, belehem dan
lain-lain.


2)   
Senjata
Produktif
terdiri dari Golok, tombak, bedil locok, kayu
aseuk, jiret, dan lain-lain.


3)   
Wadah
terdiri dari
Sahid, nyiru, boboko, ruas, tolok,
korang, upih, dulang, sair, kaneron awi, kaneron konyonyod, jolang, jaliken,
lodong, termos, lantayan, leuit (lumbung padi, ketahanan pangan), pangbeasan,
goah, cariuk hoe, cariuk kalapa, cege, kanyut kunang, se’eng, aseupan, dan
lain-lain.


4)   
Makanan
dan Minuman


a)    Makanan
khas masyarakat kasepuhan citorek yaitu ranginang; opak bodas; opak beureum;
opak kakacangan; uli; dodol; ula bereum; peyeum ketan hideung; cimplung;
gegetuk taleus; gegetuk sampeu; carucub; sasagon, pasung bodas; pasung beureum;
awub; wajik ketan; wajik ketok; santri mleng; bubur sumsum; congcot; papais
gula; papais ketan; papais cau; palakeder; bubur sair; humut kaung; humut pait;
reuneu; dan lain-lain.


b)    Minuman
khas masyarakat kasepuhan citorek yaitu amisan kawung, lahang kawung.


5)   
Pakaian


Biasanya pakaian yang digunakan untuk Laki-laki adalah
ikeut, sarung, kampret, komprang, jamang. Dan untuk perempuan menggunakan
samping rereng, konde, kabaya. Namun sekarang ini masyarakat sudah jarang
menggunakan kebaya akan tetapi samping masih digunakan oleh masyarakat
perempuan.


6)   
Tempat
Berlindung dan Perumahan


pada zaman dulu di wewengkon adat kasepuhan citorek
memiliki hal yang unik yaitu arah rumah yang diatur oleh adat berjajar
menghadap ke arah kiblat sebagai symbol agama Islam. Lalu semua rumah yang ada
di kasepuhan ini berbentuk panggung. Namun hal tersebut sudah tidak berlaku
lagi dikarenakan adanya warga yang menentang untuk pembangunan rumah yang
mengharuskan semuanya menghadap kiblat dengan alasan luas lahan tidak
mencukupi. Kemudian karena adanya pengaruh modernisasi yang masuk maka
rumah-rumah di kasepuhan pun mulai berubah menjadi rumah-rumah permanen. Akan
tetapi masih banyak juga ditemukan bangunan-bangunan yang bermodelkan panggung,
karena mereka masih mempertahankan adat. Adapun bangunan-bangunan adat yang ada
di kasepuhan citorek yaitu :  


a)    Imah
jero adalah Rumah panggung yang beratapkan rumbia berlapis ijuk aren,
dindingnya terbuat dari bilik dan beralaskan palupuh. Rumah tersebut berada
diujung kampung paling timur dan dikelilingi pagar kayu. Untuk memasuki imah
jero ini tidak bisa sembarang masuk, apabila ingin masuk harus mendapatkan izin
dari kasepuhan atau hanya orang-orang tertentu saja.


b)    Imah
Geude adalah rumah panggung yang berguna untuk tempat tinggal keluarga
kasepuhan selama kasepuhan tersebut masih menjabat sebagai oyok (ketua kasepuhan)


7)   
Alat
Transportasi


Pada zaman dulunya transportasi yang digunakan di
kasepuhan citorek menggunakan kuda dan gerobak akan tetapi sekarang ini sudah
tidak lagi menggunakan transportasi tersebut melainkan sudah mengikuti
perkembangan zaman yaitu menggunakan mobil, motor ataupun sepeda.


Budaya
Panen


Sebelum
melakukan panin (memetik) padi di Sawah, biasanya masyarakat menunggu keputusan
Oyok Timur/oyok Girang (pemangkua adat) sebagai pimpinan adat di Wewengkon
Citorek Oyok Timur. Oyok mempunyai wewenang kapan harus dimulainya panen itu
sendiri dan keputusan itu pun merupakan hasil dari gotrasawala (musyawarah
mufakat) dengan seluruh petinggi adat lainnya (demokrasi). Saat panin, maka
padi yang pertama kali di petik adalah padi di “Sawah Tangtu” milik Oyok.
Sebelum ada petunjuk dari kasepuhan masyarakat tidak boleh melakukan
panen/memetik padi yang sudah siap panen. Sebelum memetik padi di sawah
biasanya dilakukan upacara adat, yakni ‘salamet mipit’. Jika segala sesuatunya
telah siap dan telah ada perintah untuk memetik padi di sawah dari Kasepuhan,
maka barulah masyarakat mulai memanen padi di sawahnya masing-masing.


Masa
panin di Citorek merupakan kejadian yang dinanti-nantikan oleh masyarakat
banyak. Bukan hanya masyarakat Citorek, akan tetapi termasuk masyarakat luar
Citorek itu sendiri baik daerah timur, barat, selatan, dan daerah utara
Citorek. Biasanya mereka bersama-sama datang ke Citorek untuk ikut memanen
padi. Mereka ‘masyarakat luar Citorek’ banyak yang mengatakan bahwa dengan ikut
dalam kegiatan panin di Citorek artinya ikut menikmati berkah padi hasil tani
Citorek. 


Tradisi
yang melekat pada Masyarakat Wewengkon Citorek jika panin tiba, yaitu membeli
tudung parade baru “topi khas Citorek” yang biasanya dipakai saat memetik padi
(tudung hasil kerajinan tangan masyarakat setempat), membuat lantayan padi.
Membeli baju/pakaian baru (bagi yang mampu), membeli tolok (alat untuk
menyimpan heucak (padi yang tidak
layak panen) dan etem (ani-ani) baru. Hal tersebut sudah menjadi turun-temurun
yang hingga kini masih di pertahankan.


Padi
yang sudah dipetik yang masih bentuk keupeulan
disimpan di lantayan untuk beberapa saat hingga kering dan tiba masa Ngunyal (mengangkut). Apa bila sudah
saatnya masa ngunyal, maka padi yang masih bentuk ‘keupeul’ digabung sebanyak tiga (3) menjadi satu yang disebut ‘pocong’. Saat melakukan penggabungan
padi ‘keupeul’ menjadi padi ‘pocong’, orang yang melakukan pekerjaan
itu biasanya disebut mocong. Suguhan
atau pupulur bagi yang ‘mocong’ adalah berupa nasi ketan, lengkap dengan kelapa
hasil ‘nguhkur’ dan uraban gula aren. Jika pekerjaan mocong sudah selesai maka
padi diangkut untuk dimasukkan ke dalam leuit
(lumbung). Prosesi ini disebut Ngunyal, dan sebagai pupulur atau lauh bagi
mereka yang bekerja dan membantu adalah berupa hidangan Nasi Ketan.


Apabila
proses di atas telah usai, maka untuk memulai menggunakan padi yang baru
dipanin untuk makan sehari-hari ataupun dijual. Biasanya  harus mengadakan selamatan ‘mipit nganyaran’
terlebih dahulu sebagai wujud rasa syukur kepada Gusti Anu Maha Suci atas hasil
panin yang berkah, melimpah, dan bermanfaat.


Cara
penggarapan sawah yaitu dimulai dari sawah tangtu. Sawah tangtu adalah sawah
komunal adat wewengkon Kasepuhan Citorek. Penggarapan sawah tangtu ini
dilakukan oleh masyarakat adat yang diatur oleh Jaro Adat melalui Kepala Desa
untuk bergotong royong dan hasilnya digunakan untuk kegiatan atau kebutuhan
adat. Sebelum dimulainya penggarapan sawah dilakukan musyawarah Kasepuhan
mengenai waktu yang tepat untuk mulai asup
leuweung
(penggarapan sawah dan huma, berkebun atau bercocok tanam
lainnya). Musyawarah Asup leuweung tersebut satu paket dengan seren taun.
Setelah selesai pengolahan sawah tangtu, masyarakat baru mulai menggarap
sawahnya masing-masing. Berikut disajikan tahapan-tahapan tersebut meliputi:


1.    Ngagalenganan/Mopog
: Membetulkan/merapikan pembatas atau pematang sawah yang menjadi batasdengan
sawah yang lainnya.


2.     Macul                  :
Macul menyangkut macul badag dan macul alus disawah.


3.    Nyogolan             : Meratakan seluruh permukaan sawah
tanah (bagian sawah) yang belum rata.


4.    Musyawarah
Titib Binih : Musyawarah Baris Kolot untuk menentukan waktu tebar.


5.    Tebar/Sebar:
Menumbuhkan bibit padi pada persemaian atau pabinihan (membibitkan awal)


6.    Cabut
: Mengambil bibit di pabinihan atau tempat persemaian untuk ditandur atau di
tanam


7.    Tanur
: Menanam bibit padi yang sudah tumbuh setelah sebar.


8.    Ngoyos
1/ngaramet       : Membersihkan tanaman
pengganggu dan gangguan rumput yang menghambat pertumbuhan tanaman padi.


9.    Babad      : Membersihkan rumputan atau tanaman
pengganggu di pematang Sawah atau galengan.


10. Ngoyos
2 : Membersihkan tanaman pengganggu dan
gangguan rumput yang menghambat pertumbuhan tanaman padi.


11.  Mipit         :
Mipit merupakan prosesi upacara adat untuk memulai masa panen.


12. Dibuat      : Panen mengambil / memetik tanaman padi
yang sudah matang.


13. Ngalantay/moe   : Menjemur padi setelah dipanen di atas
lantayan.


14. Ngunyal   : Mengangkut padi dari lantayan/sawah setelah
dipocong. Pocong merupakan gabungan tiga ikat atau kepeul padi menjadi satu
yang disebut pocong.


15. Asup
Leuit           : Memasukan padi yang
sudah kering dari jemuran/lantayan.


16. Nganyaran          : Selamatan untuk padi yang baru
dipanen, dan memasak padi menjadi nasi yang panen pada tahun tersebut.


17.  Badamian Seren Taun            : Musyawarah untuk acara seren taun.






Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter