Prinsip Dasar Realisme
Pada prinsip dasarnya
realisme merupakan filsafat yang memandang hakikat wujud/realitas/ontologi
secara dualitas, terdiri atas dunia fisik dan rohani.Para pengikut realisme
ada kesepakatan tentang prinsip dasar yang berhubungan dengan pendidikan.
Beberapa prinsip dasar pendidikan realisme adalah sebagai berikut :
- Belajar
pada dasarnya mengutamakan perhatian pada peserta didik seperti apa adanya.
- Inisiatif dalam pendidikan harus ditekankan
pada pendidik bukan pada anak.
- Inti dari proses pendidikan adalah
asimilasi dari subjek mater yang telah ditentukan. Kurikulum diorganisasikan
dan direncanakan dengan pasti oleh guru. Secara luas lingkungan materiil dan
sosial, manusia yang menentukan bagaimana seharusnya ia hidup.
Adapun Power (1982) mengemukakan implikasi pendidikan realisme
sebagai berikut :
- Tujuan Pendidikan,
untuk Penyesuaian hidup dan tanggung jawab social
- Kedudukan siswa, Dalam hal pelajaran, menguasai pengetahuan yang
handal, dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah
esensial untuk belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh
hasil yang baik.
- Peranan guru, Menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik
mengajar, dan dengan keras menuntut prestasi dari siswa
-Kurikulum, Kurikulum komprehensif mencakup semua pengetahuan
yang berguna. Berisikan pengetahuan liberal dan pengetahuan praktis.
-Metode, Belajar tergantung pada pengalaman, baik langsung atau
tidak langsung. Metode penyampaian harus logis dan psikologis. Metode
Conditioning (SR) merupakan metode utama bagi realisme sebagai pengikut
behaviorisme.
Bentuk-Bentuk Aliran
Filsafat Realisme
Realisme merupakan
aliran filsafat yang memiliki beraneka ragam bentuk. Kneller membagi realisme
menjadi dua bentuk, yaitu : 1) Realisme Rasional, 2) Realisme Naturalis. (Uyoh
Sadullah : 2007 : 103)
1. Realisme Rasional
Realisme rasional
dapat didefinisikan pada dua aliran, yaitu realisme klasik dan realisme
religius. Bentuk utama dari realisme religius ialah “Scholastisisme”. Realisme
klasik ialah filsafat Yunani yang pertama kali dikembangkan oleh Aristoteles,
sedangkan realisme religius, terutama Scholatisisme oleh Thomas Aquina, dengan
menggunakan filsafat Aristoteles dalam membahas teologi gereja. Thomas Aquina
menciptakan filsafat baru dalam agama kristen, yang disebut tomisme, pada saat
filsafat gereja dikuasai oleh neoplatonisme yang dipelopori oleh Plotinus.
Realisme klasik maupun
realisme religius menyetujui bahwa dunia materi adalah nyata, dan berada diluar
fikiran (idea) yang mengamatinya. Tetapi sebaliknya, tomisme berpandangan bahwa
materi dan jiwa diciptakan oleh Tuhan, dan jiwa lebih penting daripada materi
karena Tuhan adalah rohani yang sempurna. Tomisme juga mengungkapkan bahwa
manusia merupakan suatu perpaduan/kesatuan materi dan rohani dimana badan dan
roh menjadi satu. Manusia bebas dan bertanggung jawab untuk bertindak, namun
manusia juga abadi lahir ke dunia untuk mencintai dan mengasihi pencipta,
karena itu manusia mencari kebahagiaan abadi.
a. Realisme klasik
Realisme klasik
berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki ciri rasional. Dunia
dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip “self evident”, dimana manusia
dapat menjangkau kebenaran umum.. Self evident merupakan suatu
bukti yang ada pada diri (realitas, eksistensi) itu sendiri. Jadi, bukti
tersebut bukan pada materi atau pada realitas yang lain. Self evident merupakan
asas untuk mengerti kebenaran dan sekaligus untuk membuktikan kebenaran. Self
evident merupakan asas bagi pengetahuan artinya pengetahuan yang benar
buktinya ada didalam pengetahuan atau kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Pengetahuan tentang
Tuhan, sifat-sifat Tuhan, eksistensi Tuhan, adalah bersifat self evident.
Artinya bahwa adanya Tuhan tidak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti lain sebab
Tuhan itu self evident. Sifat Tuhan itu Esa, artinya Esa hanya dimiliki Tuhan,
tidak ada yang menyamainya terhadap sifat Tuhan tersebut. Tujuan pendidikan
bersifat intelektual. Memperhatikan intelektual adalah penting, bukan saja
sebagai tujuan, melainkan dipergunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah.
b. Realisme religious
Realisme religious
dalam pandangannya tampak dualistis. Ia berpendapat bahwa terdapat dua order yang
terdiri atas “order natural”dan “order supernatural”. Kedua
order tersebut berpusat pada tuhan. Tuhan adalah pencipta semesta alam dan
abadi. Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan diri, guna mencapai
yang abadi. Kemajuan diukur sesuai dengan yang abadi tersebut yang mengambil
tempat dalam alam. Hakikat kebenaran dan kebaikan memiliki makna dalam
pandangan filsafat ini. Kebenaran bukan dibuat, melainkan sudah ditentukan,
dimana belajar harus mencerminkan kebenaran tersebut.
Moral pendidikan
berpusat pada ajaran agama. Pendidikan agama sebagai pedoman bagi anak untuk
mencapai Tuhan dan Akhirat.Pandangannya tentang moral, realisme religious
menyetujui bahwa kita dapat memahami banyak hokum moral dengan mengunakan akal,
namun secara tegas beranggapan bahwa hukum-hukum moral tersebut diciptakan oleh
Tuhan. Tuhan telah memberkahi manusia dengan kemampuan rasional yang sangat
tinggi untuk memahami hukum moral tersebut. Tujuan pendidikan adalah
keselamatan atau kebahagiaan jasmani dan rohani sekaligus. Anak yang lahir pada
dasarnya rohaninya dalam keadaan baik, penuh rahmat, diisi dengan nilai-nilai
ketuhannan. Anak akan menerima kebaikan dan menjauhi kejahatan bukan hanya
karena perintah akal, melainkan juga karena perintah Tuhan.
Johan Amos Comenius
merupakan pemikir pendidikan yang dapat digolongkan pada realisme religious,
mengemukakan bahwa semua manusia harus berusaha untuk mencapai dua tujuan.
Pertama, keselamatan
dan kebahagiaan hidup yang abadi. Kedua, keadaan dan kehidupan dunia yang
sejahtera dan damai. Tujuan pertama merupakan tujuan yang inheren dalam
diri manusia, dimana tujuannya terletak diluar hidup ini. Pada tujuan yang
kedua, Comenius tampaknya memandang kebahagiaan dan perdamaian dunia merupakan
sebahagiaan dari kebahagiaan hidup yang abadi.
Beberapa prinsip
mengajar yang dikemukakan oleh Comenius adalah sebagai berikut :
a. Pelajaran harus didasarkan pada minat siswa
keberhasilan dalam belajar tidak karena dipaksakan dari luar, melainkan
merupakan suatu hasil perkembangan dari dalam pribadinya.
b. Pada waktu permulaan belajar, guru harus
menyusun out line secara garis besar dari setiap mata pelajaran.
c. Guru harus menyiapkan dan menyampaikan
informasi tentang garis-garis besar pelajaran sebelum pelajaran dimulai, atau
pada waktu permulaan pelajaran.
d. Kelas harus diisi dengan gambar-gambar, peta,
motto, dan sejenisnya yang berkaitan dengan rencana pelajaran yang akan
diberikan.
e. Guru menyampaiakan pelajaran sedemikian rupa,
sehingga pelajaran merupakan suatu kesatuan. Setiap pelajaran merupakan suatu
keseimbangan dari pelajaran sebelumnya, dan untuk perkembangan pengetahuan
secara terus-menerus.
f. Apapun yang dilakukan guru, hendaknya membantu
untuk pengembangan hakikat manusia. Kepada siswa ditunjukan kepentingan yang
praktis dari setiap system nilai.
g. Pelajaran dalam subjek yang sama diperuntukan
bagi semua anak.
2. Realisme Natural Ilmiah
Realism
natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme biologis dengan system
syaraf yang kompleks dan secara inheren berpembawaan social (social
disposition). Apa yang dinamakan berfikir merupakan fungsi yang sangat
kompleks dari organism yang berhubungan dengan lingkungannya. Kebanyakan
penganut realism natural menolak eksistensi kemauan keras.
Menurut
realisme natural ilmiah, filsafat mencoba meniru objektivitas sains. Karena
dunia sekitar manusia nyata, maka tugas sainslah untuk meneliti sifat-sifatnya.
Tugas filsafa mengkordinasikan konsep-konsep dan temuan-temuan sains yang
berlainan dan berbeda-beda. Perubahan merupakan realitas yang sesuai dengan
hokum-hukum alam yang permanen, yang menyebabkan akam semesta sebagai suatu
struktur yang berlangsung terus, karena dunia bebas dari manusia dan diatur
oleh hukum alam, dan manusia memiliki sedikit control, maka sekolah harus
menyediakan subject matter yang akan memperkenalkan anak
dengan dunia sekelilingnya.
Jadi,
menurut realisme ilmiah, pengetahuan yang shahih adalah pengetahuan yang
diperolah melalui pengalaman empiris, dengan jalan observasi, atau
penginderaan. Teori pengetahuan yang mereka ikuti adalah teori pengetahuan
“empirisme”, seperti yang diuraikan terdahulu. Menurut empirisme, pengalaman
merupakan factor fundamental dalam pengetahuan, sehingga merupakan sumber dari
pengetahuan manusia.
3. Neo-Realisme dan Realisme Kritis (Uyoh
Sadulloh : 2007 : 110)
Selain aliran-aliran realism diatas, masih ada
lagi pandangan-pandangan lain, yang termasuk realism. Aliran tersebut disebut
“Neo-Realisme” dari Frederick Breed, dan “Realisme Kritis” dari Immanuel Kant.
Menurut pandangan Breed, filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan
prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip demokrasi adalah hormat dan menghormati atas
hak-hak individu. Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai
menerima arah tuntunan social dan individual. Istilah demokrasi harus
didefinisikan kembali sebagai pengawasan dan kesejahteraan social.
Selanjutnya Breed mengatakan bahwa, sekolah
harus menghantarkan pewarisan social sedemikian rupa untuk menanamkan kepada
generasi muda dengan kenyataan bahwa kebenaran merupakan unsure penting dari
tradisi masyarakat. Berkali-kali dia menekankan keharusan menolong pemuda untuk
menyesuaikan diri pada fakta yang sebenarnya, pada alam realitas yang bebas,
yang menjadi unsure utama atau yang menjadi tulang punggung pengalaman manusia.
Semua aliran filsafat pendidikan menyetjui
bahwa :
a. Proses pendidikan berpusat pada tugas
mengembangkan laki-laki dan wanita yang hebat dan kuat.
b. Tugas manusia di dunia adalah memajukan
keadilan dan kesejahteraaan umum
c. Kita seharusnya memandang bahwa tujuan akhir
pendidikan adalah memecahkan masalah-masalah pendidikan.
6. Hubungan Aliran Realisme dan Pendidikan
Pendidikan dalam
realisme memiliki keterkaitan erat dengan pandangan john locke bahwa
akal-pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabularasa, ruang kosong tak
ubahnya kertas putih kemudian menerima impresi dari lingkungan. Oleh karena
itu, pendidikan dipandang dibutuhkan karena untuk membentuk setiap individu
agar mereka menjadi sesuai dengan apa yang dipandang baik. Dengan demikian,
pendidikan dalam realisme kerap diidentikkan sebagai sebagi upaya
pelaksanaan psikologi behaviorisme ke dalam ruang pengajaran.
Murid adalah sosok
yang mengalami inferiorisasi secara berlebih sebab ia dipandang sama sekali
tidak mengetahui apapun kecuali apa-apa yang telah pendidikan berikan. Di sini
dalam pengajaran setiap siswa akan subjek didik tak berbeda dengan robot. Ia
mesti tunduk dan takluk sepatuh-patunya untuk diprogram dan mengerti
materi-materi yang telah ditetapkan sedemikian rupa.
Pada ujung pendidikan,
realisme memiliki proyeksi ketika manusia akan dibentuk untuk hidup dalam
nilai-nilai yang telah menjadi common sense sehingga mereka
mampu beradaptasi dengan lingkungan-lingkungan yang ada. Sisi buruk pendidikan
model ini kemudian cenderung lebih banyak dikendalikan skeptisisme
positivistik, ketika mereka dalam hal apa pun akan meminta bukti dalam
bentuk-bentuk yang bisa didemonstrasikan secara indrawi.
Realisme memiliki pula
jasa bagi perkembangan dunia pendidikan. Salah satunya adalah dengan temuan gagasan
Crezh, salah seorang pendidik di Mosenius pada abad ke-17 dengan karya Orbic
Pictus-nya. Pada periode itu, temuan Orbic Pictus sempat mengejutkan dunia
pendidikan dan dipandang sebagai gagasan baru. Ini disebabkan oleh paling tidak
ada periode tersebut belum ada satupun yang memiliki pemikiran untuk memasukkan
alat bantu visual separti gambar-gambar perlu digunakan dalam pengjaran anak,
terutama dalam mempelajari bahasa.
Diabad selanjutnya,
yaitu ke-18 menjelang abad 19, gagasan Moravi ini menginspirasi seorang
pestalozzi. Ia menghadirkan objek-objek peraga fisik dalam ruang pengajaran di
dalam kelas.
Corak lain pendidikan
realisme adalah tekanan-tekanan hidup yang terarah kedalam
pengaturan-pengaturan serta keteraturan yang bersifat mekanistik. Meskipun
tidak semua pengaturan yang bersifat mekanistik buruk, apa yang diterapkan
realisme dalam ruang pendidikan melahirkan berbagai hal yang kemudian menuai
banyak kecaman sebab telah menjadi penyebab berbagai dehumanisasi.
Daftar Pustaka
Uyoh Saduloh,2006 Pengantar filsafat pendidikan: Alfabeta Publishing:Bandung
Post a Comment
Post a Comment