Akal dan Hati pada Zaman Pascamodern
Kritik filsafat pascamodern terhadap filsafat modern terungkap
dalam istilah dekonstruksi seperti yang digunakanpara tokoh filsafat
pascamodern. Yang didekonstruksi tentu saja rasionalisme yang digunakan untuk
membangun seluruh isi kebudayaan dunia barat. Beberapa tokoh dalam filsfat
pascamodern yaitu Arkoun, Derrida, Foucault, Wittgenstein. Mengapa filsafat rasionalisme
perlu didekonstruksi kemudian karena ia merupakan filsafat yang keliru dan juga
keliru cara menggunakannya. Gara-gara rasionalisme dan kekeliruan dalam
menggunakan rasionalisme itulah budaya barat hancur. Bila hubungan natara hati
dan akal manusia telah diputusan maka manusia akan memperoleh kenyataan bahwa
pertanyan tentang rumusan hidup ideal tidak pernah akan terjawab. Memilih sains
dan teknologi sebagai satu-satunya gantungan hidup, atau meletakkan sains dan
teknologi sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam kehidupan, berarti kita
telah menyerahkan kehidupan manusia kepda alat yang dibuatnya sendiri. Paham
posivistik memang akan bermuara pada sikap sekularistik seperti itu.
Tiga dasa warsa terakhir menjelang berakhirnya abad ke 20, terjadi
perkembangan bau yang mulai menyadari bahwa manusiaa selama ini telah salah
dalam menjalani kehidupannya. Manusia mulai merindukan dimensi spiritual yang
telah hilang dari kehidupannya. Di dunia ilmu muncul pandangan yang menggugat
paradigma positivistik. Tokoh seperti Khuntelah mengisyaratkan adanya upaya
pendobrakan tatkala ia mengatakan bahwa kebenaran ilmu bukanlah suatu kebenaran
sui generis (objektif). Dengan mengatakan itu, berarti Kuhn telah menyerang
jantungnya positivisme yang menjadikan rasionalisme sebagai andalan
satu-satunya.
Haedar Nashir, dalam Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern (1990)
mengungkapkan segi menarik pada krisis manusia modern. Bagaimana pendewasaan
rasio manusia telah menjerumuskan manusia pada sekularisasi kesadaran dan
menciptakan ketidakberartian hidup. Penyakit mental justru menjadi penyakit
zaman seperti keserakahan, saling menghancurkan, sekularisasi kebudayaan, dan
ada juga pencarian makna hidup. Tetapi akhirnya untuk mencapai tujuan hidup
manusia modern justru melakukan kekerasan. Kekerasan itu amat mungkin berkembang
karena adanya pandangan bahwaa ukuran keberhasilan seseorang adalah sejauh mana
ia mampu mengumpulkan materi dan simbol-simbol lahiriah yang bersifat formal.
Syafi’i Ma’arif dalam kata pengantar buku Haedar Nashir itu menyatakan bahwa
modernisme telah gagal karena telah mengabaikan nillai-nilai spiritual
transendental sebagai fondasi kehidupan. Akibatnya, dunia modern tidak memiliki
pijakan yang kokoh dal membangun peradaban. Dari analisis filsafat dan sejarah
kebudayaan kita mengetahui bahwa budaya barat disusun dengan menggunakan hanya
satu paradigma, yaitu paradigmasains. Paradigma ini disusun berdasarkan warisan
Descartesdan Newton.
Proseskehancuran budaya barat yang dijelaskan Capra yakni sebagai
berikut:
1. Rasionalisme
2. Cartesian dan Newtonian
3. Paradigma Sains yang Tunggal
4. Budaya Barat
5. Kehancuran (kacau, penuh kontradiksi)
Dibutuhkan tiga paradigma (masing-masing untuk budaya sains, seni,
dan etika) untuk merekayasa kembali budaya dunia, ketiga paradigma itu
diturunkan dari Islam. Filsafat pascamodern tidak puas terhadap rasionalisme, karena itu
rasionalisme harus didekonstruksi, dan harus direkonstruksi filsafat baru.
Daftar Pustaka :
Tafsir, Ahmad. 2008. FILSAFAT UMUM AKAL DAN HATI SEJAK THALES SAMPAI CAPRA. Bandung
: PT REMAJA ROSDAKARYA
Post a Comment
Post a Comment